Ambigu Sebagai Viral yang Menjangkit Masyarakat Indonesia



PROBLEMATIK BAHASA INDONESIA
Ambigu Sebagai Viral yang Menjangkit Masyarakat Indonesia

Oleh:
Lia Herliana, S.Pd.

Membahasakan bahasa Indonesia dan menyosialisasikannya kepada masyarakat Indonesia tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan usaha yang berkesinambungan. Negara Indonesia memiliki bahasa negara sekaligus bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, perlu kita pelihara, jaga, dan kita kembangkan pemakaiannya sehingga seluruh masyarakat dapat menggunakannya untuk berkomunikasi dengan baik dan benar.
Di kehidupan sehari-hari banyak sekali kita temui kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Hal tersebut tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri selaku pengguna bahasa. Pernahkah Anda membaca kalimat yang menimbulkan keragu-raguan akan maknanya? Artinya kalimat itu mempunyai lebih dari satu makna. Mereka seringkali menggunakan kalimat-kalimat rancu bahkan terkesan ambigu. Jika kita tilik kembali pengertian ambigu adalah bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dsb). Dalam segi kebakuan dan keefektifan, kalimat ambigu merupakan kalimat yang tidak baku dan tidak efektif karena kalimat ini tidak bisa menyampaikan gagasannya dengan tepat kepada para pembaca atau pendengarnya.
Keambiguan suatu kalimat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah faktor morfologis, sintaksis, dan struktural. Berikut ini adalah penjelasannya:
1.      Faktor Morfologis
Faktor ini merupakan penyebab kalimat menjadi ambigu dikarenakan pembentukan kalimat itu sendiri.
Contoh:
Buku Sinta akhirnya terinjak oleh Anton.
Kata terinjak pada kalimat di atas menyebabkan kalimat tersebut menjadi ambigu. Ada dua makna yang dihasilkan, yaitu
Buku itu sengaja diinjak oleh Anton. (sengaja)
Buku itu akhirnya terinjak oleh Anton. (tidak sengaja, karena prefiks ter- salah satunya bermakna tidak sengaja)
2.      Faktor sintaksis
Faktor ini menyebabkan kalimat menjadi kalimat ambigu dikarenakan ketidakjelasan tata bahasanya.
Contoh:
Wajah Ani memerah karena malu bertemu Budi.
Frasa wajah memerah memiliki dua arti sehingga menjadikan kalimat tersebut ambigu. Makna yang dihasilkan yaitu
Wajah Ani memerah karena malu bertemu Budi.
Wajah Ani memerah karena marah melihat Budi.
3.      Faktor Struktural
Faktor ini menyebabkan kalimat menjadi ambigu karena kesalahan dalam penyusunan struktur kata. Kalimat-kalimat berikut ini menjadi ambigu jika tidak memakai struktur yang benar, dalam hal ini penggunaan tanda baca sehingga menimbulkan keambiguan pada maknanya.
Contoh:
1)   Kakak Sinta yang gemuk meninggal dunia beberapa hari yang lalu.
Beda lafal dan tanda baca akan mempengaruhi makna yang berbeda pula, yaitu
Kakak, Sinta yang gemuk meninggal dunia beberapa hari yang lalu. ‘Yang meninggal dunia adalah Sinta yang gemuk.’
Kakak Sinta yang gemuk, meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Yang meninggal dunia adalah kakaknya Sinta yang berbadan gemuk.’
Kalimat lainnya yaitu
2)   Sepeda Andi baru hilang kemarin.
Sepeda Andi, baru hilang kemarin. ‘Sepeda Andi baru saja hilang kemarin.’
Sepeda Andi baru hilang kemarin. ‘Sepeda Andi yang masih baru ternyata hilang’

Ada beberapa jenis kalimat ambigu yang sering sekali terjadi, diantaranya adalah kalimat ambigu fonetik, gramatikal, dan leksikal. Berikut ini adalah pembahasannya.
1.      Kalimat Ambigu Fonetikal
Kalimat ambigu ini terjadi karena suatu kata memiliki bunyi yang sama dengan kata yang lain.
Contoh:
Paman datang dari desa untuk memberi tahu ayahku.
Kata tahu  pada kalimat di atas memiliki dua arti, yaitu
Tahu ‘makanan yang terbuat dari kacang kedelai.’
Tahu ‘memberikan informasi.’
2.      Kalimat Ambigu Gramatikal
Kalimat ambigu ini adalah jenis kalimat ambigu yang terjadi akibat kesalahan kaidah bahasa, baik itu pembentukan, susunan kata, maupun frasa.
Contoh:
Andi menyeret Dani ke meja hijau.
Frasa meja hijau di atas menimbulkan keambiguan pada kalimat tersebut, yaitu
Meja hijau ‘meja yang berwarna hijau.’
Meja hijau ‘pengadilan.’
Jadi kalimat tersebut memiliki dua arti apakah Andi menyeret Dani ke meja yang berwarna hijau ataukah membawa Dani ke pengadilan?
3.      Kalimat Ambigu Leksikal
Kalimat ambigu ini adalah kalimat-kalimat ambigu yang terjadi akibat kata itu sendiri.
Contoh:
Dia memiliki hak yang terlalu tinggi.
Hak ‘milik; kewenangan’
Hak ‘telapak sepatu bagian tumit’
Kalimat tersebut menjadi ambigu karena pemakaian kata yang tidak tepat. Kata hak memiliki makna yang berbeda-beda bergantung dengan konteks kalimat itu sendiri.

Beberapa di antara kalimat-kalimat ambigu yang sering dijumpai baik di masyarakat maupun di pembelajaran sekolah yaitu:
1.      Anda memasuki daerah bebas parkir.
Kalimat tersebut biasanya berada di tempat umum. Jika kita melihat kalimat itu tidak ada yang salah. Namun secara tidak sadar kita bisa memperhatikan makna yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula. Kata bebas parkir memunculkan ambigu karena pengguna bahasa akan salah mengartikan dan memiliki pandangan yang berbeda terhadap kata ini.
Kata bebas parkir memiliki makna yaitu di tempat itu boleh parkir dan tidak bayar. Hal itu merupakan pemahaman dari beberapa masyarakat yang memiliki kesamaan pandangan terhadap kata tersebut.
Akan tetapi kata bebas parkir juga memiliki makna yang berbeda. Makna lainnya yaitu di tempat itu tidak boleh ada yang parkir. Bebas parkir artinya bebas dari parkir, sehingga tidak boleh ada kendaraan satu pun yang parkir di tempat itu. Sama halnya dengan kalimat Di sini bebas asap rokok. Kalimat tersebut sudah kita ketahui bahwa tidak boleh ada yang merokok di tempat itu, karena bebas asap rokok.
Jika kita perhatikan kedua makna tersebut sangatlah bertolak belakang. Makna pertama yaitu memang tempat untuk parkir dan tidak dipungut biaya atau gratis. Sedangkan makna kedua yaitu tidak boleh ada yang parkir di tempat itu karena memang bukan tempat parkir. Pemahaman yang tepat dari kalimat tersebut yaitu makna yang kedua, karena makna itulah yang mewakili kalimat tersebut.
Hal ini tentu akan menjadi problematik jika tetap menggunakan kalimat itu, misalnya seorang manajer toko memiliki maksud agar tidak ada yang parkir di daerah itu dan digunakanlah kalimat tersebut. Lalu datang konsumen ke toko tersebut dan membaca tulisan dengan makna yang berbeda dan tanpa tunggu waktu lagi konsumen pasti memarkirkan kendaraannya di sana.

2.      Untuk kenyamanan beribadah yang memiliki HP harap dimatikan.
Kalimat ini biasanya dapat kita jumpai di tempat ibadah. Sekilas tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut namun kata dimatikan berasal dari kata dasar mati. Kata mati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V adalah sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi; tidak bernyawa. Dari makna tersebut kata mati hanya dapat disematkan pada makhluk hidup yang memiliki nyawa. Definisi tersebut menjelaskan bahwa tidak mungkin telepon genggam, suatu benda elektronik memiliki nyawa sama halnya dengan makhluk hidup. Oleh karena itu, kata dimatikan kurang tepat disematkan pada kata telepon genggam.
Dalam sudut pandang lain, kalimat tersebut menunjukkan bahwa yang dimatikan adalah pengguna atau pemilik telepon genggam tersebut. Dengan artian jika kita ingin nyaman dalam beribadah, kita harus mematikan pengguna telepon genggam yang ada di tempat tersebut, atau bahasa kasarnya adalah dibunuh. Kalimat ini juga memiliki nilai rasa cenderung kasar.
Kalimat tersebut memiliki ambigu sehingga tidak tepat diksi dan kalimatnya. Kata dimatikan harusnya kita ganti dengan disenyapkan. Kata senyap merupakan kata yang sangat jarang kita dengar. Padahal kata tersebut sangat tepat digunakan dalam hal ini. Senyap memiliki arti tidak ada suara (bunyi) sedikit pun; sunyi; lengang; tidak terdengar apa-apa.
Dari contoh kalimat tersebut dapat kita ubah menjadi kalimat yang tidak bermakna ganda. Perbaikannya yaitu Mohon HP disenyapkan agar tidak mengganggu kelancaran beribadah.

3.      Bagi pengunjung yang membawa jaket harap dititipkan di tempat penitipan.
Sering sekali kalimat ini kita jumpai di luar sana, lebih tepatnya berada di tempat perbelanjaan. Kalimat ini merupakan kalimat yang wajar-wajar saja namun ternyata memiliki ambigu. Makna dari kalimat ini adalah jaket dititipkan di tempat penitipan jika ingin masuk ke ruangan. Jadi yang dititipkan adalah jaket.
Padahal jika kita melihat secara cermat ada makna lain yang sangat tepat terhadap kalimat ini. Hal yang menjadi fokus sorotan kita yaitu kata dititipkan. Di sini kata dititipkan merujuk pada pengunjungnya yaitu pengunjung yang membawa jaket, bukan pada jaketnya. Sehingga jika kita memaknai kalimat itu adalah harap menitipkan pengunjung yang membawa jaket.
Pengunjung yang sedang berada di lokasi itu pastilah tidak menyadari akan kesalahan kalimat tersebut dan pihak yang menulis kalimat itupun tidak menyadari adanya ambigu pada kalimat yang mereka buat.
Kalimat tersebut bisa kita perbaiki agar tidak menimbulkan ambigu, yaitu Jaket pengunjung harap dititipkan di tempat penitipan.

4.      Bagi yang berminat harap berhubungan dengan bagian personalia.
Pada kalimat terakhir yang dibahas kali ini sering terjadi di lingkungan kerja. Sebuah selebaran berisi pemberitahuan lowongan pekerjaan di suatu perusahaan yang dimuat di koran-koran atau ditempel di papan pengumuman kota dan di Kantor Dinas Tenaga Kerja. Kalimat ini biasanya disampaikan setelah mencantumkan persyaratan atau kriteria calon tenaga kerja. Para pencari kerja terkadang ada yang menyadari kesalahan dari kalimat tersebut, namun ada juga yang tidak menyadari ambigu itu dan terpusat hanya pada informasi yang disampaikan oleh pembuat selebaran.
Kalimat ini sering sekali muncul dan tidak disadari oleh penulisnya kalau kalimat ini ambigu. Penyebabnya karena ada kata berhubungan. Dalam KBBI kata berhubungan memiliki makna bersangkutan (dengan); ada sangkut pautnya (dengan); bertalian (dengan); berkaitan (dengan).  Jika kita lihat dari definisi yang terdapat dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) tidak ada yang salah dengan kata berhubungan. Namun kata tersebut memiliki nilai rasa yang negatif dan tidak tepat untuk digunakan dalam kalimat itu. Kata berhubungan telah mengalami peyorasi yaitu perubahan makna kata yang menjadi lebih rendah dari makna sebelumnya. Kata berhubungan memiliki makna keterikatan atau hubungan yang lebih khusus dan spesial dengan personalia perusahaan tersebut. Padahal makna yang ingin disampaikan tidaklah seperti itu.
Sebaiknya kita tidak menggunakan kata berhubungan karena akan menjadi ambigu. Kata tersebut bisa kita ganti menjadi  menghubungi. Sehingga kalimatnya menjadi Bagi yang berminat harap menghubungi bagian personalia. Jika kalimatnya kita ubah maka akan kecil kemungkinan menjadi kalimat ambigu.

Samarinda, 31 Desember 2016


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anekdot