Pedoman Bahasa Indonesia (Bagian 1)
Pedoman Bahasa Indonesia (Bagian 1)
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita
mendengar kalimat “gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar”.
Makna di balik itu besar sekali. Baik artinya sesuai dengan situasi. Jadi saat kita
berbahasa Indonesia harus sesuai dengan situasi, kapan kita menemukan situasi
yang formal dan kapan menemukan situasi tidak formal. Apabila kita menemukan
situasi tersebut kita harus sesuaikan dengan bahasa yang kita gunakan. Saat
kita berada di pasar tidak mungkin menggunakan bahasa baku, tetapi bahasa yang
tidak formal. Itulah maksud dari menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Jadi
sesuai dengan situasi yang sedang kita alami.
Apabila kita berada di situasi yang formal
seperti dalam acara debat, diskusi atau berpidato maka kita menggunakan bahasa
Indonesia yang formal.
Kemudian berbahasa Indonesia yang benar
adalah sesuai dengan kaidah kebahasaan. Pada saat kita berbicara alangkah
baiknya kita menggunakan kaidah kebahasaan yang telah ditetapkan oleh badan
bahasa.
Berdasarkan sumpah pemuda, bahasa
Indonesia merupakan poin ketiga yang wajib dipahami bersama. Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Jadi bahasa yang
kita gunakan dalam negara Indonesia ini adalah bahasa Indonesia, itu yang harus
kita utamakan daripada bahasa-bahasa yang lain, karena ada di dalam sumpah
pemuda jadi masyarakat Indonesia harus menjunjung bahasa persatuan.
Saat ini masyarakat sangat bangga sekali
jika berbicara sehari-hari menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia
agar terlihat keren, hebat, dan unik. Tapi jika kita melihat kembali ke dalam
sumpah pemuda butir ketiga, bangsa Indonesia harus menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia. Karena kalau bukan bangsa Indonesia yang menggunakan bahasa
Indonesia, siapa lagi? Pada akhirnya bangsa ini akan menghapus identitas negara
Indonesia itu sendiri. Dibalik itu, saat ini banyak warga asing yang berminat
sekali belajar dan menggunakan bahasa Indonesia. Terasa aneh jika bangsa
Indonesia lebih sering menggunakan bahasa asing sementara warga asing
berlomba-lomba menggunakan bahasa Indonesia.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 36, bahasa
negara ialah bahasa Indonesia. Di daerah-daerah mempunyai bahasa-bahasa sendiri
yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik yang disebut dengan bahasa daerah.
Bahasa daerah itu disatukan dengan bahasa Indonesia, maka bahasa Indonesia
lebih kita junjung tinggi atau kita utamakan. Bahasa daerah itu sendiri akan
dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan
sebagian kebudayaan Indonesia yang hidup. Jadi bahasa daerah tetap digunakan
dan dilestarikan tetapi tidak dipakai secara terus menerus dan melihat
situasinya.
Kita sebagai warga negara Indonesia
memiliki slogan yaitu utamakan bahasa
Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. Slogan ini
sering dijumpai oleh pengguna bahasa atau pemerhati bahasa. Jadi kita harus
mengutamakan bahasa Indonesia. Kita juga tidak boleh melupakan bahasa daerah
karena bahasa daerah ini salah satu kearifan lokal bagi negara kita. Jadi wajib
kita gunakan dan kita lestarikan. Kemudian apakah bahasa asing kita lupakan?
Tidak. Bahasa asing harus kita kuasai agar pada saat kita berkomunikasi dengan
orang asing atau saat berada di luar dari negara Indonesia, kita bisa berkomunikasi
dengan baik.
Menggunakan bahasa Indonesia tidak bisa
dianggap mudah. Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita bisa salah persepsi
memaknai tuturan dari mitra bicara kita, padahal menggunakan bahasa Indonesia.
Berikut ini ilustrasi sebuah kejadian salah persepsi.
https://drive.google.com/file/d/1SBcodNnGX4mCE8cK4Th8meeOuxDoLLTv/view?usp=sharing
Ada seorang wanita yang pergi ke tempat
fotokopi. Kemudian menggunakan bahasa yang santai namun saat didengarkan oleh
pemuda, akhirnya menjadi salah persepsi. Wanita bertanya “Aslinya mana?”
maksudnya adalah berkasnya aslinya mana? Namun ketidaklengkapan dari kalimat
yang digunakan sehingga persepsi yang diterima menjadi salah. dijawab oleh
pemuda “Tegal.” Maksudnya adalah suku asli pemuda berasal dari Tegal. Bahasa
yang digunakan wanita tidak lengkap sehingga makna yang diterima bisa terjadi
salah persepsi.
Selain bahasa Indonesia, penggunaan
bahasa daerah juga tidak kalah pentingnya. Bahasa daerah harus dilestarikan
tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan situasi dan tempatnya. Hal
tersebut dikarenakan tidak semua orang berasal dari suku yang sama.
https://drive.google.com/file/d/1Ie7OjNF_WQbJfrnLDKj6_91cNJj9o6aF/view?usp=sharing
Sebuah
ilustrasi antara pemuda Suku Jawa dengan pemuda Suku Sunda. Ternyata ada kata
yang sama tetapi maknanya berbeda. Kalau di Sunda cokot itu artinya ambil. “Cokotkan
hape saya!” kata pemuda Sunda. Kemudian pemuda Jawa bertanya “Apa? Cokot?” jadi pemuda ini merasa
kebingungan karena cokot dalam bahasa Jawa artinya gigit. Jadi mengapa hp kok digigit?
Pemuda Jawa mulai bingung. Lalu dijawab oleh pemuda Jawa “Atos!” jadi persepsi dari orang Sunda tadi adalah sudah. Apanya
yang sudah? Kan belum diambil. Padahal atos
dalam bahasa Jawa adalah keras. Jadi hp kalau digigit ya keras. Jadi saat
menggunakan bahasa Indonesia gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik
yaitu sesuai dengan situasi dan benar yaitu sesuai dengan kaidah.
Pedoman bahasa Indonesia yang pertama
adalah ejaan. Ejaan yang saat ini
digunakan bukan EYD melainkan PUEBI. Perubahan ejaan ini dikarenakan bahasa
bersifat dinamis, terus berkembang dan tidak pernah ada penyempurnaan.
Dilihat dari sejarahnya, ejaan bahasa
Indonesia pertama kali adalah ejaan Van Opuijsen dan mulai berlaku di negara
Indonesia tahun 1901. Beberapa hal mengenai ejaan ini yaitu sebagai berikut.
1. Ejaan ini menggunakan abjad :
oe
/u/
tj
/c/
j
/y/
dj
/j/
nj
/ny/
sj
/sy/
ch
/kh/
kalau
kita melihat nama-nama seperti Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, beliau
menggunakan ejaan Van Opuijsen.
2. Kemudian adalah tanda diakritik, maksudnya adalah
pelafan huruf k yang tidak penuh, nah itu ditulisnya adalah tanda petik satu.
Contohnya : ma’moer dan pa’.
Ejaan yang kedua adalah ejaan Suwandi.
Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947. Beberapa perubahan dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
1. Mengubah
ejaan huruf oe menjadi huruf u. Contoh : kata makmoer berubah menjadi makmur.
2. Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis huruf k, jadi tidak lagi menggunakan tanda
diakritik atau tanda petik satu, seperti tak, pak, rakjat.
3. Kata
ulang disingkat dengan angka 2. Di ejaan inilah muncul kata ulang yang apabila
sama maka disingkat dengan angka 2, contohnya adalah anak2, Ibu2.
4. Awalan
di- dan kata depan di ditulis serangkai jadi tidak ada perbedaan antara dirumah
dengan dibaca, kata kerja dengan kata keterangan ditulis sama semua, digabung.
Ejaan ketiga yaitu ejaan Melindo. Ejaan
ini digunakan tahun 1959. Melindo merupakan akronim dari Melayu Indonesia. Jadi
dengan adanya urusan politik Indonesia dan Melayu sehingga membuat sebuah
kesepakatan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Melayu harus digabungkan pada
masa itu. Jadi bangsa Indonesia banyak menggunakan bahasa-bahasa melayu,
seperti laksana, dan lain-lain. Namun kedudukannya tidak lama sehingga langsung
digantikan dengan ejaan yang lain.
Ejaan yang disempurnakan (EYD) mulai
berlaku tahun 1972. Perubahan yang terjadi pada ejaan ini adalah sebagai
berikut.
1. Menggunakan
abjad A sampai Z mengganti ejaan masa Van Opuijsen dan ejaan Suwandi. Jadi
tidak ada lagi abjad oe, tj, j, y, dan lain sebagainya.
2. Mwalan
di- dan ke- ditulis serangkai, jadi kalau kata kerja berarti harus digabung
seperti dimakan. Kalau kata keterangan harus dipisah seperti di Samarinda dan
di kelas harus ditulis terpisah. Lalu ke memiliki dua kedudukan yaitu sebagai
kata kerja contohnya keluar (ditulis serangkai) yang artinya menuju ke luar.
Kedudukan yang kedua yaitu sebagai kata depan contohnya ke luar (ditulis
terpisah).
3. Tidak
boleh ada kata yang disingkat, jadi jika ada kata ulang yang sama harus ditulis
penuh, contohnya: anak-anak.
Ejaan yang terakhir yaitu PUEBI. Ejaan
ini ditetapkan tahun 2015 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu
yaitu Bapak Anies Baswedan. Ejaan yang sedang berlaku hingga saat ini adalah
PUEBI jadi tidak lagi menggunakan EYD. Beberapa perubahan dari PUEBI adalah
sebagai berikut.
1. Banyak
memasukkan unsur-unsur serapan jadi
penggunaan bahasa-bahasa asing kemudian diserap ke dalam bahasa
Indonesia untuk menambah kosakata bahasa Indonesia.
2. Penambahan
diftong ei, sehingga diftong menjadi ai, au, oi, dan ei.
3. Huruf
kapital tidak hanya pada nama, tetapi bertambah menjadi untuk julukan
4. Huruf
tebal berfungsi hanya untuk menegaskan tulisan yang ingin ditekankan.
5. Partikel
pun tetap ditulis terpisah
6. dll.
Masih banyak perubahan yang terjadi di
dalam ejaan terbaru ini. Jadi guru-guru bahasa Indonesia diminta oleh Pak
Menteri untuk menyosialisasikan ejaan yang terakhir ini. Ejaan ini mulai
disosialisasikan di kalangan guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah kepada
seluruh siswa dan rekan-rekan guru serta staf di sekolah. Selain itu dalam
skala besar ejaan PUEBI disosialisasikan dan disebarluaskan oleh badan bahasa
dan kantor bahasa di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Sebagai masyarakat
Indonesia sebaiknya kita bersama-sama menyosialisasikan ejaan ini ke seluruh
masyarakat di sekitar kita.
Mengenai PUEBI, apabila kita sedang
berada di suatu tempat atau di mana saja, kita bisa melihat ejaan ini dengan
sangat mudah karena ada aplikasinya. Aplikasi ini bisa didapatkan di playstore jadi mudah sekali tidak perlu
membawa bukunya ke mana-mana.
Tutorialnya yaitu sebagai berikut.
Dari playstore
kita ketik PUEBI, nanti akan muncul banyak aplikasi PUEBI. Nah PUEBI yang
diluncurkan dari badan bahasa yaitu yang berwarna biru muda. Kemudian kita
unduh.
Di dalam aplikasi PUEBI banyak sekali
yang bisa kita lihat mulai dari daftar isi, ada pemakaian huruf, penulisan
kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Dengan adanya aplikasi
PUEBI ini memudahkan kita dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan benar
karena sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Tampilan yang pertama ada abjad dari A
sampai Z, mulai dari abjadnya. Sebelah kirinya ada lafalnya. Biasanya jika
dalam kehidupan sehari-hari melafalkan
huruf V dengan /vi/, padahal yang benar adalah /ve/. Selain itu kesalahan
pelafalan pada huruf C /se/, padahal yang benar adalah /ce/. Contohnya: kelas X
C /ce/ dan vitamin C /ce/ bukan /se/. Huruf C yang dilafalkan /se/ berasal dari
bahasa Belanda, namun sampai sekarang masyarakat tidak bisa melepas lafal
belanda tersebut seperti AC /a-se/ dan WC /we-se/.
Lalu tampilan berikutnya yaitu
singkatan. Singkatan yang sering salah di masyarakat yaitu singkatan gelar.
Kita tidak bisa sembarangan menulis gelar seseorang jadi harus sesuai
kaidahnya. Kita bisa melihat pedoman nya dari PUEBI. Contohnya gelar sarjana
hukum yaitu S.H. bukan SH; gelar sarjana pendidikan S.Pd. bukan S.Pd yang
sering tidak menggunakan tanda titik setelah huruf yang disingkat tersebut.
Tampilan berikutnya yaitu huruf
konsonan, bentuk terikat, dan sebagainya. Jadi banyak sekali tampilan dan
pedoman dalam PUEBI. Sampai ke tanda baca pun tanda koma, tanda titik, beserta
fungsinya. Aplikasi ini memudahkan kita untuk mengetahui kaidah-kaidah
kebahasaan dari PUEBI secara cepat, tidak lagi membawa-bawa buku yang terkesan
repot dan memakan waktu lama.
Berkaitan dengan bahasa Indonesia yang alay saat ini sangat sering kita dengar.
Hal tersebut dikarenakan bahasa Indonesia adalah ilmu yang dinamis, tidak tetap
seperti itu, bukan ilmu pasti, namun terus berkembang. Beberapa waktu yang lalu
sempat ada bahasa-bahasa alay sampai salah
seorang artis membuat kamusnya. Dari bentuk kelazimannya, dalam pedoman bahasa
Indonesia, bahasa-bahasa alay dalam
ragam resmi jelas tidak boleh digunakan, tetapi dalam ragam santai boleh
digunakan, hingga bahasa isyarat pun boleh digunakan. Namun ada batasan-batasan kapan kita menggunakan
bahasa alay dan kapan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan kaidah kebahasaan. Jadi bahasa alay sah-sah saja digunakan, seperti saat ini ada kata bro sis. Dalam bahasa Indonesia kata
tersebut tidak ada. Kata bro dan sis merupakan kata sapaan dari bahasa
Inggris, singkatan dari brother dan sister. Ada lagi kata otw singkatan dari kata on the way yang artinya sedang dalam
perjalanan. Kata-kata tersebut boleh saja digunakan selagi dalam konteks tidak
resmi atau akrab.
Walaupun bahasa Indonesia bersifat
dinamis, namun tidak akan merusak karakter bangsa. Karakter bangsa tidak
sepenuhnya berasal dari bahasa, tetapi juga dari sikap dan kepribadian. Karakter
adalah sesuatu yang dibuat dan diciptakan berdasarkan apa yang diperoleh
seseorang. Sudah menjadi kewajiban dari individu itu sendiri, mau seperti apa
karakternya dan kepribadiannya. Bahkan sebaiknya semua warga negara ini menjadi
Polisi Bahasa. Setidaknya kita
memperhatikan bahasa yang digunakan anak-anak di lingkungan sekitar kita.
Bahasa yang bersifat dinamis berpengaruh
juga pada umpatan. Umpatan pun semakin tinggi tingkat penggunaannya, terutama
di kalangan siswa di sekolah. Kata-kata tersebut sangat umum sekali digunakan
oleh siswa padahal mereka hanya sekadar bercanda. Kita sebagai guru di sekolah
jika menemukan hal tersebut alangkah baiknya menegur karena kaitannya dengan
bahasa yang akan menjadi karakter bangsa. Umpatan di kalangan siswa merupakan
hal biasa, padahal nilai-nilai moral dan budi pekertinya akan rusak dengan
hanya menggunakan umpatan-umpatan yang dianggap hal kecil oleh siswa. Solusi
yang bisa disampaikan dari para pendidik kepada siswa saat mengumpat yaitu
sebaiknya kata-kata kasar yang dilontarkan bisa diganti menjadi nama
buah-buahan atau nama planet seperti, “Dasar semangka, kamu!” Hal tersebut tidak berdampak buruk terhadap
karakter siswa.
Kaitannya dengan umpatan, ada gaya
bahasa (majas) sindiran yang dipelajari di sekolah yaitu ironi, sinisme, dan
sarkasme. Pada majas sinisme dan sarkasme, guru tidak mengajarkan kedua majas
tersebut karena dianggap terlalu kasar dan membuat kepribadian siswa menjadi
buruk. Jadi hanya majas ironi saja yang diajarkan ke siswa karena ironi
merupakan sindiran yang masih terkesan halus, contohnya “Wah, sudah jam segini
kamu baru datang! Motornya jalan mundur ya?”
Ada beberapa penggunaan bahasa Indonesia
yang tidak tepat dalam kehidupan sehari-hari. Kata tersebut yaitu salah satu. Karena kalau ada salah
satu, berarti ada salah dua, salah tiga, salah semuanya. Kata yang tepat adalah
satu diantaranya. Contoh kalimatnya
adalah “Saya memiliki banyak warna favorit, satu diantaranya adalah warna biru.”
Bukan: “…., salah satunya adalah warna
biru.”
Selain itu penggunaan kata dulu pada kalimat “Saya makan dulu.” merupakan
ragam bahasa tidak baku. Sama halnya dengan “Seminar itu berlangsung selama
tiga jaman, pak.” Padahal maksudnya tiga jam-an.
Hal lain dari bentuk bahasa yang bisa
kita cermati yaitu akronim dan singkatan. Akronim dan singkatan adalah bentuk pendek dari kata yang panjang.
Namun ada perbedaan di antara keduanya, yaitu sebagai berikut.
No.
|
Perbedaan
|
|
akronim
|
singkatan
|
|
1.
|
Yang disingkat adalah suku kata
Contoh:
Pusat Kesehatan
Masyarakat
Menjadi :
puskesmas
|
Yang disingkat adalah hurufnya.
Contoh:
Pusat Kesehatan
Masyarakat
Menjadi:
PKM
|
2.
|
Dilafalkan seperti kata
Contoh:
Puskesmas /puskésmas/
|
Dilafalkan satu per satu
Contoh:
PKM
/pé-ka-ém/
|
3.
|
Ditulis menggunakan huruf kecil
Contoh:
puskesmas
kecuali diikuti dengan nama, huruf
awal menjadi kapital.
Contoh:
Puskesmas Tanjung Harapan
|
Ditulis menggunakan huruf capital
Contoh:
PKM
|
Selain tutur kata, kemampuan menulis
siswa juga tidak kalah pentingnya. Siswa bisa menulis berawal dari membaca.
Siswa terlebih dahulu harus gemar membaca. Dari membaca mereka akan mendapatkan
banyak kosakata dan bisa menuangkan sesuatu yang mereka pikirkan ke dalam
bentuk tulisan. Jika guru meminta siswa untuk menulis karya ilmiah, sebelumnya
guru harus bertanya kepada siswa apakah gemar membaca karya ilmiah atau tidak. Sama
halnya dengan mesin ATM. Jika kita memiliki tabungan di bank namun tidak pernah
kita isi uangnya, apa yang akan kita ambil dari mesin ATM? Seperti itulah jika
siswa jarang membaca buku, akan kesulitan dalam hal menulis. Terlebih lagi jika
siswa diminta membuat karya ilmiah. Siswa harus banyak membaca terlebih dahulu
referensi, ilmu pengetahuan, dan tata cara penulisannya, barulah mereka bisa
menuangkannya kembali. Jadi ada input
ada output.
Menteri pendidikan dan kebudayaan saat
ini sedang gencar-gencarnya menggalakkan budaya literasi, yaitu membaca secara
mendalam. Untuk mengasah keterampilan menulis siswa yaitu ajaklah untuk membaca
setidaknya15 menit sebelum memulai pelajaran, bawa buku-buku atau majalah dari
perpustakaan dalam jumlah banyak ke dalam kelas. Kemudian mintalah siswa
membaca dalam waktu 15 menit.
Simpulan:
1. Satu dari kedua pedoman bahasa Indonesia yaitu
PUEBI, ejaan yang saat ini berlaku di negara Indonesia. Mari bersama-sama kita
sosialisasikan ejaan ini ke orang-orang yang ada di sekitar kita.
2. Jadilah
polisi bahasa terhadap tutur kata orang di sekitar, khususnya siswa. Kita
bersama menyikapi bahasa atau output
dari siswa, kita jaga dan tegur tutur kata yang tidak pantas dan kurang sopan
dari mereka. Kita didik bahasa mereka agar mereka memiliki karakter bangsa yang
bermoral dan lebih bermartabat.
Komentar
Posting Komentar